“Giliran banjir, sibuk ngomongin untuk benahi tata kota. Tapi kalo lagi tenang, tata kota diacak-acak oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi.”
Beberapa waktu lalu saya terbaca komentar berbalas di facebook teman tentang kritiknya terhadap tata kota, yang kurang lebih seperti di atas. Dalam kaitannya dengan tulisan ini saya hanya ingin sedikit membandingkan bagaimana wajah Jerman jika dibandingkan dengan wajah tanah air kita dari sudut tata kota.
1. Di Jerman, sebisa mungkin, area tempat tinggal penduduk di letakkan jauh dari tol atau perlintasan kereta api. Kalaupun tidak bisa dihindari, maka dibuat bangunan kedap suara untuk menghindari kebisingan agar mereka tetap nyaman. Biasanya digunakan tembok atau aluminium. Sementara kita, sebaliknya, masyarakat kita berlomba-lomba tinggal dekat jalan utama. Bahkan, yang lebih kasihan banyak tempat tinggal liar di dekat perlintasan kereta. Tidak terbayangkan bagaimana bisingnya mereka di sana.
Keuntungannya dengan pengaturan yang seperti ini, selain menghindari kebisingan, adalah, bahwa pengguna jalan bisa menikmati pemandangan yang lebih indah.
Jika di Jerman cenderung menempatkan area penduduk jauh dari tol atau perlintasan kereta api, sehingga pengguna tol atau yang naik kereta juga bisa menikmati pemandangan sekelilingnya, kalau kita, pemandangan yang indah bisa jadi tertutupi karena bangunan atau sekedar tempat usaha. Memang tidak salah menempatkan tempat usaha di pinggir jalan, namun, mungkin bisa diatur lagi sehingga terpusat di satu tempat saja. Tidak semua pinggir jalan menjadi tempat usaha.
Padahal ada pemandangan seperti ini disembunyikan. Foto ini saya ambil ketika mampir di tempat makan tidak jauh dari tempat dengan foto yang ada di atas.
2. Di kota-kota di Jerman kita tidak menemukan tiang listrik di area penduduk, semua dibuat lewat bawah tanah. Karena selain dari segi keindahan, keamanan juga jadi bahan pertimbangan. Selain itu, Jerman juga menggunakan kereta bawah tanah di sebagian kota-kota besar agar bisa memanfaatkan lahan di atasnya untuk keperluan lain.
Sejujurnya, tanah di Jerman tidak kurang luas untuk dialokasikan bagi keperluan penduduk, pemanfaatan yang saya maksud semata bertujuan mengefisienkan saja. Namun, satu hal saya suka dari pengambil kebijakan mereka adalah mereka berangkat dari pertimbangan yang matang sebelum melakukan sesuatu. Sebut saja satu hal menarik di kota Dresden, bahwa, kota ini tadinya masuk dalam UNESCO heritage, namun, karena keinginan mereka untuk membangun jembatan baru dan ditolak UNESCO, mereka memilih keluar dari UNESCO heritage daripada kotanya menjadi macet.

Tahun lalu ketika Ibu saya berkunjung ke Jerman, beliau bilang, tidak menyangka Jerman itu masih banyak tanah kosong. Ya, Ibu saya mungkin terpaku dari pemikiran bahwa Jerman adalah negara maju, dimana-mana mungkin ditempatkan pabrik, rumah dibuat sesuka hati, dibangun mall megah atau gedung-gedung kantoran yang tinggi. Tidak. Semua yang diperkirakan tersebut berbeda. Karena itu, ketika Ibu melihat pemandangan dari tol, dimana hamparan hijau masih luas, hutan kota masih luas, Ibu saya pun jatuh hati dengan tata kota di sini. Dan yang pasti, di Perancis juga tidak jauh beda, bahkan mereka mengutamakan kereta bawah tanah (lebih dari Jerman) agar bisa memanfaatkan area lebih luas untuk taman kota serta menghindari macet.
- lift yang curam menuju stasiun bawah tanah yang khas di Perancis
- stasiun bawah tanah Perancis, Paris
Kapan giliran kita berbenah tata kota, yang tentunya akan berimbas pada penanganan masalah banjir dan macet?
Nb: tulisan ini juga saya sudah saya post di Kompasiana.